Setelah sekian purnama, saya kembali merasakannya. Apa - apa yang orang sebut patah hati. Namun kali ini, agak - agak berbeda. Saya berusaha mengartikan apa maksud dari rasa-rasa itu. Perasaan akibat tersadarkan, bahwa apa- apa yang saya usahakan, memang harus berakhir dalam ketiadaan manfaat pada diri. Lalu - lalu jadi teringat, bahwa menyayangi tanpa kondisi apapun, ternyata menjadi hal sulit.
Dan segala sesuatu yang memberi rasa sakit, adalah adanya sedikit saja ekspektasi dari timbal balik. Yang saya rasa, adalah hal lumrah dalam perjalanan bercinta. Namun sepertinya, memang saya manusia yang tidak pantas, atau terlampau menyerah dengan alasan "apapun yang terbaik untuk dia". Dan sepertinya, itu yang menjadi rasa-rasa sakit yang tak kunjung membaik. Sebab ingin menangis saja sulitnya bukan kepayang.
Sekarang, semua perlahan memudar. Saya berusaha melepaskan, apa - apa pemberian yang cuma-cuma. Seketika teringat, saya selalu memohon pada tuhan, agar - agar selalu diberi kekuatan untuk selalu mencintai, bukan dicintai. Namun saya sadar, doa itu yang menikam saya perlahan. Hingga akhirnya sadar betul, bahwa selama berjalan, hanya hati ini yang tak kunjung megah berdiri.