Termasyhur, adalah cita-cita banyak orang. Dengannya, kita bisa berkeliling dunia. Dunia ekonomi, dunia fisika, dunia bangsawan, dunia melarat, dunia ghoib, dunia quantum dan apalah itu semuanya. Enaknya lagi, dihormati oleh si rendah, dinilai oleh si tinggi, diagungkan oleh si kecil, serta ingin ditimang oleh si besar. Wajar bila khalayak ramai kepingin betul. Akupun demikian. Supaya bisa berkeliling dunia. Dunia apa saja boleh, boleh dunia quantum, dunia ghoib, dunia melarat, dunia bangsawan, dunia fisika, atau dunia ekonomi. Tapi kalau boleh memilih, ingin ku berkeliling di dunia yang kami semua masyhur. Lalu aku berdiri paling atas menginjak mereka semua.
Kadar kepercayaan memang penuh fluktuasi. Kadang nalar membatin dibentak nurani, kadang menciut nyali nurani ditampar nalar. Apalagi kalau menyoal hari esok. Sebab semua ingin tau, sebab alasannya mereka harus tau. Kalau sudah tau, cukup ditelan saja, biar nalar dan nurani bergelut hingga mampus. Kalau tau esok luang, lebih baik kubiarkan bodoh saja ia.
"Kalau boleh jujur, agak aneh kalau dipikir. Sebab jaman edan ini memang agak absurd. Bagaimana tidak? Pemikiran-pemikiran dewasa ini sudah edan eling. Banyak orang sudah mulai sepaham, bahwa mampu memasak sudah bukan keharusan. Era serba canggih, mengapa harus repot memasak? Orang berbondong-bondong untuk memasak asal dibayar. Perkara enak? Itu sih selera. Tapi kalau esok matahari terbalik? Atau gunung ikut melompat? Atau mereka mulai dibenci sesama? Adakah yang bisa ia suruh? Sungguh sial ia yang tak mau belajar. Lapar mengamuk, tak enak memaki!" gumam Junaedi sambil menyeduh mi instan.
Selama ini, memori tentang Bekasi memang tak pernah luntur dari kuliner satu ini. Entah kapan terakhir kali menginjak kaki di kota itu, namun kenangannya tersimpan rapih dalam hati. Ya bisa dibilang, kalau tak salah ingat, memang bisa jadi hanya ini satu-satunya ciri khas dari kota itu. Saat ayam bersinar dan matahari mulai berkokok, orang-orang berhambur mencari sesuap ia. Dialas kertas, ia membuka jalan para buruh hari itu. Tak beda dengan seorang anak ingusan dengan perut membusung. Jika tak sempat dahar, tak lengkaplah hari itu ia lewati. Hingga kini, memang bisa jadi hanya itu satu-satunya memori tentang Bekasi.
Tiada yang siap kalau tau betul ini akan terjadi. Junaedi yang kala itu sedang main gaple di depan rumahnya, dihantam kerdus besar. Porak poranda kartu yang ia mainkan. "Bajing! kau tau aku menang makanya kau kacaukan ya kan?!". Temannya hanya memandang rendah Junaedi. Sambil menepuk kerdus, ia picingkan mata padanya. Asap arang telah mengebul terlampau pekat hingga bubar 3 temannya disana kecuali Junaedi. Kardus itu ia elus perlahan, berusaha menerawang apa jeroannya. Tau ada yang tak beres, ia memilih membawa kardus itu pergi. Dalam tempat tergelap yang bisa ia temui, dibukanya itu perlahan. Hari itu, permainan gaple berakhir dengan 3 orang dan satu kartu tak terpakai.
Penat menyelimuti batok kepala yang lelah dihantam dinding. Badan terpujur kaku terhimpit perkara tak bertepi. Ia melenguh layaknya anjing dipenghujung ajal. Termenung dalam kekosongan sambil manggut-manggut. "Jika kesendirian adalah siksaan, maka kebahagian mana yang bisa manusia rendah layaknya ia bisa dapatkan?". Tatapan kosong itu ia rasakan seperti angin. Tetiba saja terasa panas, dingin, apek, lega lalu malu dan hingga kembali sepi. Digempur ketenangan, bersama lembaran yang ia pegang merasuk dalam hatinya. Berteman terik mentari, ia berselimut dengan kesejukan. Batinnya memekik keras berkata "Bebas!". Setelah itu ia kembali tersadar, memegangi kertas bersama pena berlumpur darah.
Byar! Mendadak yang hening jadi makin hening. Ia menggeliat menjilati lantai dengan khidmat. Ku pandangi dalam tenang. Mentari fajar mengumpat pada botol yang terkapar. Roti yang kupegang sekarang menjadi lesu sampai-sampai telur itu mengeras karena geram. Pagi itu, kuhabiskan dengan roti yang menangis karena telah bercumbu dengan bumi.
Sebenarnya, tuhan sering bilang bahwa ia yang bekerja keras pasti mendapat imbalan. Tapi seringkali tuhan lupa, bahwa ia memberikan ganjarannya pada sesuatu yang kami tidak mengerti. Sehingga kami suka sekali memberi ganjaran pada diri sendiri. Apesnya, ada orang-orang yang tidak bisa membuat dirinya berhenti. Bahwa cendera mata lucu itu selalu ia butuhkan kala (hal yang ia sebut) tragedi itu menyentilnya. Sampai suatu saat ia sadar, bahwa ia sedang menggali kuburannya sendiri. Hingga cahaya hanya tinggal setitik dan nafas tersenggalnya tak kunjung membaik.
Kalau ditanah orang, perkara sukar-sukar-mudah itu sebenarnya mencari makan. Pertimbangannya terlampau menggunung. Entah fulusnya, entah rasanya, entah tempatnya, entah keinginannya! Petuah bapak, ditanah orang, selayaknya kita bertempur. Maka tak elok makan-makanan enak, mahal lagi mengenyangkan. Semakin sengsara, maka kemenangan bisa diraih semakin cepat. Ah sial, kemenangan apa yang diraih kala diujung dunia itu hanya ada bongkahan tulang tanpa daging?
Kala rumah diartikan sebagai kenangan dan kehidupan, lantas perpindahannya pasti menimbulkan rasa sesak. Perangai sehari-hari mesti berganti kalau tak mau nangis terselungkup dalam tabiat lama. Sebab berlama-lama disana hanya menyisakan kosong. Asal mula perubahan sudah mesti nyeri, sudah gitu sialnya malas. Tapi saat melirik dan disana hanya ada tembok bernapas, mungkin lebih baik tetap berlari. Walau harus merintih perih.
Awalnya saya ini bukan orang yang ngerti jam tangan. Apalagi sedari dulu, jam tangan G-Shock sudah menemani bertahun-tahun. Mudahnya, selama menunjukan waktu dan kuat, berarti jam yang handal. Namun, semenjak G-Shock itu rusak selama hampir satu tahun, absenlah penunjuk waktu itu di pergelangan tangan.
Ketiadaan akan arah waktu ternyata berpengaruh secara signifikan. Biasanya, perhitungan waktu antar tugas membantu navigasi prioritas yang musti dikerjakan. Semenjak absen, tepat waktu itu sudah paling antik. Lain waktu, ketiadan jam membuat kita buta tujuan. Seakan waktu begitu banyak yang bisa dihamburkan. Kalau orang bilang, handphone disaku sudah cukup untuk apapun, itu tidak berlaku untuk merubah kebiasaan ini. Alih-alih tau waktu, yang hadir malah distraksi notif berkepanjangan.
Dengan kehadiran waktu luang, tancap gas lah menuju reparasi jam tangan. Bukan perkara mudah cari tukang reparasi untuk si tangguh ini. Karena jenisnya Ana-Digi, banyak yang enggan menerima penggantian batre karena kalibrasinya yang dianggap sulit. Sayapun awalnya ragu, apa benar ini semengerikan itu? Berkali-kali tanya pada reparasi jam sekitar, yang hadir hanya cape dan habis duit parkir. Namun berbekal review google maps, sampailah saya dengan reparasi jam yang sekarang jadi andalan.
Semenjak jam itu kembali, kok ditimang-timang jadi sayang! Heran. Ternyata G-Shock ini tidak jelek-jelek banget. Sayang ini ternyata menyembul berbarangan dengan penasaran. Hasilnya, munculah pengetahuan dan ilmu tentang per-jam tangan-an ini.
Kalau dilihat, warga lokal terutama kalangan muda, entah mengapa gemar dengan jam tangan berdiameter besar. Walau ada pendapat berkicau tentang maskulinitas dan ukuran, hemat saya justru itu tidak berhubungan. Pemikiran ini membuahkan kecintaan saya pada jam-jam buatan jepang, terutama Seiko. Walau belum punya, tetapi rasa suka pada desain, ukuran serta historisnya membuat hati ini ngidam betul!
Dari semua lininya, entah mengapa, hati ini justru terpaut oleh mockingbird. Aneh memang. Selain lini ini baru, banyak desain yang sebenarnya lebih mahal. Tapi hati memang sejujurnya organ. Biar harga segitu, dial hijaunya indah nan sejuk dipandang. Awalnya, dial hitam dengan strap coklat serasi sekali dilihat. Setelah si hijau ini muncul, kurasakan mantap bergelora padanya.
Ya karena terhitung baru, rasanya ingin eksplorasi lebih banyak tentang penujuk waktu. Memang betul, selain karena fungsinya, keindahan dan statement sosial bisa hadir karena ini. Namun bukan itu, selagi senang, kenapa harus mikirin yang lain?
Lampor ini disebutkan merupakan setan yang suka membuat anak. Penggambaran ekonomi yang serba kesusahan, wilayah kumuh serta rajinnya membuat anak merupakan kombinasi sempurna untuk memperbanyak kalangan prihatin. Kerap kali, budaya Indonesia yang menjunjung tinggi ketimuran sangat suka dengan gagasan banyak anak banyak rejeki. Bersebab anak merupakan anugrah tuhan. Selain itu, ia dianggap sebagai investasi orang tua kala tua. Harapannya anak dapat membalas jasa orang tua. Sialnya, dengan kondisi ekonomi demikian, mengembangkan anak bukan perkara mudah. Apalagi sampai ideal. Bukan hanya itu, kesiapan mental, serta kemampuan orang tua untuk mendidik baik secara akademik maupun moral merupakan proses panjang yang kerap kali tidak diperhitungkan. Karenanya, lampor ini memang setan yang banyak menyusahkan orang!
Sebetulnya, bermain barang tersier bukan perkara mudah kala pendapatan, tabungan dan investasi belum saling kelindan jalannya. Namun tidak ada salahnya mengukir keinginan selagi masih gratis. Jadi sepintas saat melakukan surfing di salah satu platform media sosial, terpinaslah akan si mojito ini. Iseng cek review, indahnya bukan main. Dan menariknya, casenya berukuran 38.5mm yang menandakan ini memang dresswatch. Dengan dial bertekstur gelas cocktail, ukiran cahaya yang terlihat membuat gradasi warna hijau yang menari indah. Mungkin benar, barangkali saya gila oleh Dial Hijau. Namun saya rasa, jika itu adalah akibatnya, telah nyata saya terima dengan lapang dada.
Cerpen karya Harris Effendy Thahar yang bercerita tentang kerinduan seorang ayah yang tinggal sebatang kara. Antipati kepada ayah yang terbiasa hidup sendiri dan merindu pada anak kala dewasa. Kurang ajar! kemana saja selama ini. Biarlah ia mati sendiri, dalam kerinduannya akan masa lalu.
Orang bijak bilang, pengalaman merupakan guru terbaik. Namun kerap kali orang hanya mencari pengalaman yang benar saja. Benar teruji, benar sukses, benar mengantarkan pada tujuan. Kerap lupa mereka semua, bahwa pengalaman baik dan buruk merupakan pelajaran yang rata sama pentingnya. Sebab asam garam kehidupan tidak hanya dari bahagia saja. Sebab pembelajaran banyak terlampir dari kesakitan dan kegagalan. Maka cerita siapapun itu, amoral atau suksesnya hidup ia jalani merupakan hikmah yang senantiasa kita petik untuk pegangan kedepannya.
Apa yang disebut dengan bagian tubuh? Apa ia hanya terbatas yang ada bersama badan lahiriah? Atau mereka yang selalu ada karena banyak mempermudah kehidupan? Jika ia selalu ada dan kita semua butuh layaknya air untuk melepas dahaga, apa bisa jadi organ tubuh? Kalau ia jadi organ tubuh, apa cacat bila ia tidak ada walau sementara? Atau sempurnakah ia walau kehadirannya absen?
Kalau dikata orang, mimpi itu layaknya bensin. Menjadi tenaga untuk terus bergerak. Masalahnya, tidak semua orang selama hidupnya berhasil menuju tujuannya berbekal mimpi. Bahkan beberapa tidak memiliki mimpi tertentu. Bukan hal sedih memang, bersebab apakah bensin orang sama semua? Oleh karenanya, perlahan namun pasti selagi bergerak, cepat atau lambat kita akan menemukan bensin tersebut. Ini terjadi pada satu jam tangan yang terpampang.
Mulanya, warna orisinil versi ini merupakan incaran semua orang. Hijau dengan balutan coklat tua memang sangat gagah lagi kuat. Tetiba saja, sekelebat muncul si biru ini entah darimana munclutnya. Dengar dengar, si biru ini merupakan edisi terbatas Amerika, yang sedari keluarnya saja sudah susah! Tidak heran tingginya harga si cantik ini melebihi versi keluaran pertama!
Tangkas menjadi kata yang pas untuk si cantik ini. Kemampuan tahan air yang mumpuni, desain yang indah serta fitur kompas membuat si satu ini bisa diandalkan kapan saja. Bahkan setelah dipikir-pikir, yang satu ini bisa dan menarik untuk dijadikan tools sehari-hari. Memang tangkas!
Tangkas menjadi kata yang pas untuk si cantik ini. Kemampuan tahan air yang mumpuni, desain yang indah serta fitur kompas membuat si satu ini bisa diandalkan kapan saja. Bahkan setelah dipikir-pikir, yang satu ini bisa dan menarik untuk dijadikan tools sehari-hari. Memang tangkas!
Perkara kerangka berpikir memang susah-susah-mudah. Hal ini karena bisa jadi beberapa dari kita tidak sekolah untuk belajar. Ah tapi perkara niat siapatau. Yang pasti, ia yang tidak belajar akan terlihat perilakunya. Karena caranya berpikir, akan tergambar jelas dalam romannya. Perkenalkan, Brian Cox. Ia yang pertemuannya dengan saya hanya bermula senggolan antara rak buku dan pinggang. Terus terang, baca karangannya saja belum pernah sampai selesai. Bersebab buku bahasa burger itu bikin pening saja. Walau begitu, tidak sedikit ceramahnya saya perhatikan betul dalam ruangan yang mereka sebut tivi.
Museum Brawijaya merupakan museum pertama di Malang saya kunjungi. Memiliki sejarah tentang perjuangan arek Malang serta Jenderal Sudirman. Senjata yang terpampang rapih, pinggalan tentara serta gerbong maut yang terletak di belakang museum menjadi bahan pameran yang disajikan. Dengan sedikit pemugaran, melakukan rebranding serta bekerja sama dengan sekolah-sekolah harusnya dapat meningkatkan animo untuk datang melihat museum. Melakukan ekshibisi khusus sangat direkomendasikan.
Ketika orang sedang bergelut dengan pencaharian masing-masing, mereka memilih untuk berbeda. Beda karena ia tidak sibuk. Sibuk dengan urusan perut keluarga masing-masing. Masing-masing mereka memilih merendam diri pada pusaran air dibawah. Dibawahnya entah apa yang mereka pijak. Pijakan yang tidak semua manusia mau ikut. Ikut dalam membangun kampungnya. Kampung yang luluh diterpa longsor, sejengkal demi sejengkal mereka kerjakan. Kerja yang tidak bisa didasari oleh rasa diri, namun rasa sama. Sama untuk terus hidup.
Kerap kali, tetiba saja menjalankan pekerjaan terasa berat. Setiap alasan muncul beribu rupa untuk sekedar lari dari tanggung jawab. Entah siapa tahu akar keresahannya. Yang jelas, ia merubah dan mempengaruhi diri. Melepas sedikit rasa itu, sebenarnya nikmat. Tetap bergerak tanpa melirik secuilpun pada ia yang membuat kita tetap diam. Karena asalnya, tiada yang lebih nikmat selain libur di hari senin.
Pada saat berada di titik terendah, saya menyendiri dan mematikan lampu di kamar. Merebahkan diri dalam kelamnya malam. Dulu, mamak suka berkilah, kalau belajar saja tidak cukup, tapi perlu juga menjadi orang jujur. Namun dunia bukan hitam dan putih, bahwa kejujuran selalu diperlukan di waktu yang tepat. Saat menjaga integritas layaknya mempertahankan nyawa atas nama tanggung jawab. Berat melawan persaingan tiada ampun dengan jiwa mereka yang amoral kala tujuannya sama. Dalam kemelut itu, tetiba saja sedu mendengar "dan tentang kebenaran juga kejujuran, takan mati kekeringan, esok kan bermekaran".
Dalam hidup, selalu ada waktu kala kita menatap langit sendirian. Ditemani angin sepoi yang menerpa, bertanya pada alam tentang masa depan. Ditemani rasa sepi, nalar berterbangan mencari jawaban yang tak kunjung hadir menyapa. Ada hasrat untuk selalu berlari, mengejar yang dicita-citakan. Tidak mengapa, ketenangan dalam sunyi ini sudah sepatutnya disyukuri.
Dalam karir untuk memperbaiki kesehatan, fokus awal saya adalah menurunkan berat badan. Kala itu berbagai metode telah dicoba mana kali berhasil. Sial memang, menjaga diet ketat bukan hanya lelah secara fisik, namun mental pula. Beruntungnya, saya membaca buku berjudul 'sisu". Perubahan diet yang saya lakukan berawal kala pikiran ikut diubah. Mengikuti pola makan ala Finlandia, dimana sayur menjadi primadona seantero piring. Tak ayal, perubahan ini dalam rentang 6 bulan berhasil mengurangi berat badan hingga 15 kg. Tidak ada kesukaran maupun pantangan dalam menjalaninya. Mari dicoba, agar supaya badan bugar seraya tetap makan enak.
Kota Malang merupakan Kota menarik dalam timeline hidup saya. Awal kedatangannya, rasa kagum akan kota ini tidak pernah sirna. Seakan terperangkap dalam romantisme perkotaan ala anak muda, ia selalu berhasil memberi kesan. Baik fisik maupun manusia yang tinggal disini merupakan perpaduan unik. Estetika perkotaan yang beragam, budaya Jawa yang ditawarkan kepada pendatang, kuliner murah meriah yang memanjakan hingga pengalaman hidup yang diberikan merupakan warna yang dilukiskan kota ini. Sudah selayaknya, banyak pribadi yang ikut terikat pada kota ini. Salah satunya saya sendiri.
Kebijaksanaan selalu menjadi cita-cita. Berpegang keyakinan bahwa kebijaksanaan diciptakan, maka sudah sebaiknya memiliki angan-angan. Gambaran terhadap seseorang yang sangat kita idamkan adalah diri ini. Walau semu, setidaknya ia diharapkan mendekati.
Seorang Menteri Perang kerajaan Shu yang diberi gelar "Naga Tidur". Saya pribadi lebih suka julukan yang diberi oleh Sima Yi yang ia sebut "The Greatest Mind Under Heaven". Dalam lamunan, kerap muncul pertanyaan "apa yang orang bijaksana lakukan sekarang?", "kalau zhuge ada lagi keputusan apa yang akan diambil" dan sebagainya. Yah, perjalanan hidup siapa yang tau. Namun manakala setiap momennya bisa dipetik pelajaran, alangkah lebih baik bukan?
Popular Posts
-
Hari ini saya sedih. Perkara sedang capek dengan kehidupan. Mungkin menuju burnout saja. Paska menikah, tidak ada waktu untuk bertele-tele ...
-
Ga ada yang nyangka ternyata saya bakal balik lagi kesini. Entah ya, rasanya beda curhat dengan tampilan blog yang serba oren. Dibanding w...
-
Malam tahun baru kali ini, terasa sangat berbeda. Kamu tau? Ada banyak rasa kesepian, tapi malam itu rasa sepinya benar - benar berbeda. S...
Powered by Blogger.
Blog Archive
- January 2024 (1)
- June 2023 (1)
- March 2023 (1)
- January 2023 (3)
- December 2022 (4)
- November 2022 (1)
- October 2022 (1)
- September 2022 (1)
- August 2022 (10)
- July 2022 (1)
- June 2022 (12)
- May 2022 (5)
- March 2022 (8)
- February 2022 (5)
- January 2022 (3)
- December 2021 (2)
- November 2021 (6)
- October 2021 (8)
- September 2021 (1)
- August 2021 (7)
- July 2021 (1)
- June 2021 (11)
- May 2021 (14)
- April 2021 (16)
- March 2021 (26)
- February 2021 (20)
- January 2021 (26)