Aku merasa sangat terikat. Terikat dengan segala benda ragawi. Segala benda jasmani. Aku merasa sangat terikat. Terikat pada hal apapun dengan alasan apapun. Aku merasa sangat terikat. Pada hal baik, menguntungkan, juga menggembirakan. Aku merasa sangat terikat. Baik pada diri sendiri, badan, nyawa, dan bulu mata. Sedangkan kita semua tau, bahwa mata tak memilih warna apa saja yang ingin dilihatnya. Sedangkan kita semua tau, bahwa kuping mendengar semua yang didengarnya. Sedang aku tertidur diatas kasur. Meriang meratapi keterikatan dengan benda-benda yang sudah diluar kuasaku.
Saya mungkin seorang sarjana psikologi, tapi untuk berkesimpulan saya menyukai curhat orang, adalah salah besar. Faktanya, saya lebih senang membuat interaksi tidak langsung. Sebab memang begitu sukanya. Beberapa penelitian tentang lingkungan, lebih terlihat menarik karena banyak efek tidak langsung yang dirasakan orang. Dan hal ini penting mengingat banyak hal baik sebenarnya tidak begitu diperhatikan orang-orang. Lalu jika demikian, apa relevansi saya di marketing ini? Begitu bunyi gagak Gen.Lib pada saya di depan monitor.
Akhir-akhir ini, setiap buka SMM, selalu terbesit "Apa yang harus dijadikan konten?". Sebab rasa-rasanya segala sisi kanan-kiri-depan-belakang sudah dijelajahi. Apa iya sudah? Saya mana tahu. Tapi begitu yang terasa. Tenggelam dalam pikiran sendiri, apa ini bagus? Apa ini sudah yang terbaik? Apa akan dikonsumsi khalayak umum? Apa bisa meningkatkan reach? Apa bisa membuat orang mau komen? Semua sudah dicoba, tapi hasil evaluasi kerap lolos. Padahal yang dikejar adalah hasil uji coba. Sedang diakhir waktu kerja, tenaga dan sisa nyawa sudah separuh mengawang tenggelam.
Barangkali, ini yang disebut dengan kejenuhan. Mungkin bukan bosan karena itu-itu saja. Bisa jadi karena sudah tau lelahnya berbentuk demikian. Demikian yang dimaksud, bisa beda-beda maknanya bagi tiap insan, namun hakikatnya sama. Ia bisa membuat kita semua tidak bergairah. Atau jangan - jangan aku hanya burnout? Tapi yang demikian itu karena apa? Sebab kadang-kadang aku merasa berkecukupan baik fisik maupun mental. Apa ini hanya dinamika, yang saat ini sedang menukik turun? Bisa iya, bisa jadi.
Akhir-akhir ini sedang dilanda rindu. Ingin sekali - sekali agak senyap dibalut tawa dan air. Sebab hal ini sudah terlampau lama tak dijumpai. Mungkin bisa jadi karena ia hanya pelengkap. Namun akar masalahnya adalah kawanan itu sendiri yang sudah pencar-pencar. Jadi aku disini termenung. Melihat gawai sembari lesu berharap bisa pesan ini dan itu lalu tertawa diantara es batu, sari jeruk dan obat batuk.
Apasih definisi kenyataan? Apa yang kita yakini? Atau kita lihat? Sebab aku terkadang samar-samar. Mana keyakinan yang diyakini jadi kenyataan. Mana kenyataan yang ditolak diyakini. Sebab semua pilihan terasa sama pahitnya. Seperti prajurit perang yang memegang kemerdekaan sebagai asa, namun lain hari penguasa namanya terpampang nyata berkat hasil mati banyak prajuritnya. Atau - atau seperti para filsuf yang melihat kenyataan hanyalah butir waktu kecil tak kasat, sedang namanya masih bergema hingga sekarang? Entahlah, yang jelas ada, adalah kemarin-kemarin yang tetap ada di hari ini.
Saya marah. Saya cape terikat. Biar mungkin memang sedari awal, saya dibiasakan lahir dijalan. Terbiasa hidup sendiri. Maka matipun sendiri. Tak biasa berdekatan pada ikatan lama kelamaan. Apalagi sampai mengekang. Marah. Marah saya pada siapapun yang mengikat. Pada apapun yang terikat. Pada yang diikatkan. Maupun yang mengikat. Biar mampus sekalian.
Aku takut mati. Sebab takut rasa sakit itu menerkam. Aku takut mati. Sebab tak ayal keinginan hidup belum juga terjamah. Aku takut mati. Sebab belum tau apa betul aku masuk surga. Aku takut mati. Sebab masih penasaran pada apa-apa yang kutinggalkan. Aku takut mati. Sebab hidup biar susah, tidak lebih seram dari mati. Aku takut mati. Padahal, saat aku muncul kedunia, hanya ia temanku dimanapun aku berada.
Kalau melihat cermin, tak semua bisa dilihat dengan mata apa yang nyata. Seperti kesalahan, kelalaian, lepas tanggung jawab, kebodohan dan kegetiran. Hanya dengan hati dan akal yang tenang, yang dapat kembali menyapa ia yang berada disebrang kegelapan. Dalam kemelapnya cermin, melambai masa lalu ingin ditemani. Walau sudah tak lagi berlari, biarkan ku menyapamu dari jauh. Sampai nanti ada saatnya, kita berpelukan kembali.
Kalau berbicara soal koneksi, pembahasan satu ini kerap bikin ngilu hati. Bersebab, maju mundur keinginan untuk menyeriusinya agak - agak rasanya. Agak susah kalau kurang lihai, namun agak sayang kalau dilewatkan. Sebab khalayak umum seperti mengamini kepentingan mengatur lingkar koneksi demi masa depan cerah. Walau kadang lupa - lupa - lupa baru ingat, memang sebaiknya mulai dijadwalkan siapa-siapa kenapa apanya. Siapa tau dari situ muncul siapa-siapa kenapa apanya di masa depan?
Popular Posts
-
Hari ini saya sedih. Perkara sedang capek dengan kehidupan. Mungkin menuju burnout saja. Paska menikah, tidak ada waktu untuk bertele-tele ...
-
Ini merupakan hari pertama di 2024. Senin. Berada di ruang kerja Pool Suci bersama komputer EDP. Setelah mengantar pulang istri di Ps. R...
-
Guh, ada yang nangis noh penumpang. Sore itu, saya lagi ngurusin data harian yang musti di update tiap pergantian shift. Tiba - tiba ada ...
Powered by Blogger.
Blog Archive
- January 2024 (1)
- June 2023 (1)
- March 2023 (1)
- January 2023 (3)
- December 2022 (4)
- November 2022 (1)
- October 2022 (1)
- September 2022 (1)
- August 2022 (10)
- July 2022 (1)
- June 2022 (12)
- May 2022 (5)
- March 2022 (8)
- February 2022 (5)
- January 2022 (3)
- December 2021 (2)
- November 2021 (6)
- October 2021 (8)
- September 2021 (1)
- August 2021 (7)
- July 2021 (1)
- June 2021 (11)
- May 2021 (14)
- April 2021 (16)
- March 2021 (26)
- February 2021 (20)
- January 2021 (26)