Di gerbong itu, kupegang erat sebuah surat. Sudah 10 tahun surat ini ku simpan, namun tak pernah sekalipun berani kubaca. Surat ini berasal dari wanita yang sampai saat ini masih ku sayangi. Bahkan aroma tubuhnya masih bersemilir darinya. Kuterima surat ini tepat sebelum perpisahan, antara aku dan dia, tepat di stasiun Bandung. Hari terakhir aku bertemu dia. Hari dimana kunyatakan cintaku padanya.
Bisa dibilang, hubungan kami cukup rumit. Entah dia mengganggap apa diriku. Keluarganya menolak berhubungan denganku, karena saat itu pendapatanku hanya remeh bagi mereka. Padahal, wanita yang kusayang, tak ada nampak sedikitpun penolakan, walau tidak berkata iya. Setiap harinya kuhabiskan waktu bersamanya, walau harus dalam diam dan sembunyi.
Pada hari terakhir itu, kunyatakan perasaanku yang sebenarnya. Dia hanya diam berkaca-kaca. Di stasiun, kurasakan sedih berpendar dari wajahnya. Muncul surat dihadapanku, yang ia serahkan dengan cepat. Lalu ia berlari tanpa melihat wajahku untuk terakhir kalinya. Aku tak berani menerima penolakan, maka ku simpan surat itu cepat-cepat tanpa pernah kubaca. Di gerbong ini, bersama kereta yang melaju menuju Bandung, aku diam membatu setelah membacanya. Surat itu bertuliskan "Roy, aku cinta sama kamu. Aku akan pergi dari keluargaku. Besok aku susul kamu ke Jogja. Temui aku di Stasiun Jogja lusa".

😭 efek dari rasa pesimistis di awal
ReplyDelete